Selaparang adalah sebuah Bandar Udara yang berada di daerah Rembige Kecamatan Ampenan Kota Mataram. Diresmikan pada tahun 1957 dengan nama Pelabuhan Udara Rembige. Kemudian berubah nama menjadi Bandar Udara Selaparang pada tahun 1994. Bandara Selaparang ini menjadi sangat fenomenal, sekaligus merekam jejak sejarah transportasi udara di NTB. Bandara Selaparang seluas 78,8 ha itu mulai difungsikan tahun 1950, terutama untuk keperluan TNI AU, setelah Bandara Perintis di Desa Rambang, Lombok Timur, kurang representatif menunjang aktivitas TNI AU.
Bandara Selaparang di Mataram, Nusa
Tenggara Barat
Lambat-laun bandara ini berkembang
menjadi pelayanan jasa penerbangan domestik maupun luar negeri. Kemudian
namanya yang akrab disebut Lapangan Terbang Rembiga (Rembiga adalah nama desa
dan kini kelurahan), dimana Bandara itu berlokasi, diubah menjadi Bandara
Selaparang mengambil nama sebuah kerajaan di Lombok, bernama Kerajaan
Selaparang.
Ketika pengoperasian
bandara untuk komersil ini ditutup, masyarakat agaknya kehilangan suasana
aktivitas bandara yang selama 50 tahun membalut keseharian mereka. Kini tidak
ada lagi suara desing mesin pesawat udara yang membangunkan ku dari tidur siang
dan malam. Tidak ada lagi taksi dan mobil pribadi yang hilir-mudik dari-ke
Bandara Selaparang, yang mengisi suasana saat aku joging ria di pagi buta,
ungkap Saeful, lewat facebook, yang biasa jalan pagi di Jalan Udayana Mataram
jalur ke Bandara Selaparang.
Wali Kota Mataram,
Ahyar Abduh juga mengatakan sedih kehilangan suasana Bandara Selaparang. Bukan
saja hilangnya sumber pendapatan asli daerah sebesar Rp 700 juta per tahun,
juga merupakan kali kedua Daerah itu kehilangan sumber PAD, setelah aktivitas
pelayanan transportasi dipindahkan dari Pelabuhan Ampenan di Kota Mataram, ke
Pelabuhan Lembar, Lombok Barat sekitar tahun 1976.
Belum ada rencana pasti
pasca Bandara Selaparang ditutup, yang ada beragam wacana seperti menjadikan
bandara ini sekolah penerbangan, mall, kawasan bandara private untuk pesawat
carter penumpang dan pesawat barang. Yang pasti saat ini suasana Bandara
Selaparang terbalut sepi. Halaman parkir Bandara ini kosong melompong deretan
taksi dan mobil pribadi, ada serakan gelas plastik bekas wadah minuman,
daun-daun tanaman peneduh yang berceceran di taman, mengesankan bandara ini
agak kotor.
Relokasi Bandara Selaparang di Kota Mataram ke Bandara
Internasional Lombok (BIL) di Desa Tanak Awu Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok
Tengah adalah sebuah solusi atas tuntutan penerbangan Internasional. Relokasi
tersebut merupakan suatu keharusan dikarenakan Bandara Selaparang tidak bisa didarati pesawat
berbadan lebar dan Selaparang berada di tengah-tengah kota yang tidak
memungkinkan lagi bagi perluasan bandara. Perluasan areal bandara tersebut
sangat diperlukan dan penting bagi peningkatan taraf perekonomian di Kabupaten
Lombok Tengah. Bandara internasional lombok ini terletak sebelah tenggara Kota Mataram
ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat dan ± 8 kilometer selatan dari kota kecil
Praya, ibu kota Kabupaten Lombok Tengah. Bandara ini
dibangun di atas lahan seluas 550 hektare yang menelan biaya Rp.625 miliar
(US$73.100.000). Beroperasinya BIL pada tanggal 1 Oktober 2011 mendapat
sambutan yang luar biasa dari segenap masyarakat Lombok. Beroperasinya bandara
adalah momen yang ditunggu-tunggu sekian lama oleh masyarakat lingkar bandara.
Bandar Udara Internasional Lombok
Masyarakat lingkar bandara adalah masyarakat yang
tinggal di sekitar kawasan bandara,
yang
terkena baik secara langsung maupun tidak langsung dampak keberadaan bandara.
Semula reaksi masyarakat lokal menyambut beroperasinya BILoleh beberapa pihak
dianggap sebagai euforia sesaat saja. Euforia tersebut kemudian berbuntut
panjang, pasalnya mereka tidak hanya sekedar melihat aktivitas sebuah bandara
baru.Mereka justru beramai-ramai menggelar lapak dagangan yang tersebar di
seluruh areal parkir bahkan sampai ke terminal bandara yang semestinya bersih
dari Pedagang Kaki Lima (PKL). Masyarakat lokal khususnya masyarakat lingkar bandarayang
sebelum pembangunan bandara bermata pencaharian sebagai petani menaruh harapan
besar atas beroperasinya BIL. Hal ini dikarenakan mereka yang kehilangan
lapangan pekerjaan setelah terkonversinya lahan sawah menjadi kawasan
bandaraseakan tidak mempunyai pilihan lain selain berjualan di dalam bandara.
Bandar Udara Selaparang
di Mataram, Nusa Tenggara Barat resmi dibuka kembali oleh PT. Angkasa Pura I
selaku pengelola bandara tersebut mulai Senin, 7 April 2014. Peresmian
penggunaan kembali Bandara Selaparang dilakukan oleh Operation Director Angkasa
Pura I Yushan Sayuti dan disaksikan oleh Walikota Mataram H. Ahyat Abduh dan
General Manager Bandara Internasional Lombok (BIL) Pudjiono. Bandara Selaparang
ini pada tahap awal akan dimanfaatkan untuk keperluan sekolah penerbangan. Ada
dua sekolah penerbangan yang akan menjadikan bandara ini sebagai lokasi
pendidikan, yaitu BIFA dan LIFT.
Pemanfaatan kembali
lahan bekas bandara dengan luas sekitar 68 hektare itu merupakan bentuk
tanggung jawab Angkasa Pura I dalam mengelola aset yang dimiliki untuk kemajuan
kota Mataram dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ke depan, bandara ini tidak
hanya akan difungsikan sebagai sekolah penerbangan, juga akan dijadikan sebagai
eco airport kelas dunia sekaligus sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM)
bidang penerbangan yang handal. Dengan dibukanya kembali Bandara Selaparang ini
juga diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan mendukung pariwisata di
kota Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar